Optika.id - Sejak pandemi Covid-19 menyerang Indonesia pada awal tahun 2020 silam, Alya (25) mengaku jika dirinya mudah takut dan overthinking. Dirinya juga mengaku frustasi terhadap kebijakan pembatasan wilayah saat itu lantaran perempuan yang ekstrovert ini tidak bisa kemana-mana dan harus diam di rumah.
Baca Juga: Jangan Asal Self Diagnosis Kesehatan Mental, Ini Bahayanya!
Aku kan suka hangout, nongkrong sama temen. Pas lockdown itu aku udah stress banget, depresi, bahkan sampai enggak buka situs berita, enggak baca berita, dan enggak lihat berita. Stress aja gitu lihat atau denger banyak yang meninggal, tutur Alya, ketika dihubungi Optika.id, Minggu (30/7/2023).
Hingga pandemi sudah mulai menunjukkan gelombang akhirnya, Alya jadi ekstra hati-hati. Dirinya tetap menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker dan membawa hand sanitizer kemana-mana karena dia takut akan kena virus, atau penyakit lainnya.
Apa yang dialami oleh Alya, bisa dikatakan sebagai Covid-19 Stress Syndrome (CSS). Menurut riset dari Canadian Institutes of Health Research bersama University of Regina, rasa frustasi, stress, dan depresi akibat pandemi Covid-19 dan kondisi baru yang dilahirkan, merupakan suatu hal yang lazim.
Riset yang melibatkan 7000 responden tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami depresi dan stress serta frustasi selama pandemic. Bahkan 16% di antaranya mengidap CSS akut.
Menurut penelitian tersebut ada lima jenis penyebab CSS.
Pertama, ketakutan terkontaminasi virus, kedua adalah rasa khawatir berlebihan terhadap pandemi yang menghancurkan kondisi sosio-ekonomi. Dan ketiga, xenophobia atau ketakutan terhadap orang atau sesuatu yang asing.
Sementara itu yang keempat adalah rasa trauma yang muncul karena pernah terpapar Covid-19 dan terakhir adalah compulsive checking atau reassurance checking.
Sedangkan di Indonesia, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Mei 2020 lalu menunjukkan hasil bahwa sebanyak 60ri 2.364 pasien swaperiksa, mengalami gangguan psikologis selama pandemi berlangsung. Kemudian 68% merasa meudah cemas, 77% mengalami trauma psikologis, dan 67% mengalami depresi.
Survei tersebut menunjukkan bahwa tak hanya Covid-19 saja yang mewabah, namun stress, frustasi dan depresi turut mewabah selama pandemic melanda. Adapun penyakit-penyakit psikologi tersebut muncul lantaran publik tidak siap berhadapan dengan sesuatu yang baru, secara tiba-tiba, dan segala efek yang berlangsung selama pandemic.
Baca Juga: Pemilu Sebabkan Banyak Orang Stres, Ini Cara Mengatasinya
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Stress massal tersebut juga terekam dalam beberapa fenomena seperti panic buying pada Juli 2021 lalu. Gerai retail, supermarket dan swalayan mendadak dipadati oleh warga yang antre untuk membeli bahan pokok dan masker maupun desinfektan. Mereka merasa cemas karena pandemic tak kunjung melandai dan khawatir pemerintah tidak bisa mengendalikannya.
Perkuat Mental
Menyikapi hal tersebut, psikolog Sani Budiantini Hermawan mengatakan untuk mengatasi CSS, ada sejumlah solusi. Salah satunya adalah memperkuat kesehatan mental dengan selalu berpikir positif.
Covid stress syndromeitu adalah stres akibat dampak dari Covid-19. Itu juga tergantung kelemahan dan kekuatan mental seseorang. Karena itu, kuatkan mental dengan berpikir positif dan bisa mengatur waktu dengan baik, ucap Sani kepada Optika.id, Senin (31/7/2023).
Sani menuturkan bahwa tidak susah untuk membangun kebiasaan berpikir positif. dia mencontohkan, melatih kebiasaan berpikir positif tersebut bisa dilakukan dengan menjalankan aktivitas personal seperti meningkatkan nilai-nilai spiritual, meluangkan waktu menekuni hobi, dan meningkatkan value serta kemampuan diri.
Baca Juga: Alami Baby Blues, Kapan Sebaiknya Ibu Pergi ke Psikolog?
Sani juga menyarankan agar masyarakat mawas dengan mencari tahu seluk-beluk CSS yang tidak bisa dipandang sebelah mata ini. Khususnya mereka yang merasa kondisi psikologisnya terganggu saat pandemic.
"Itu bisa melalui media massa, artikel, atau webinar yang dilakukan. Sehingga, secara pengayaan, pengetahuan kita ditingkatkan dan bisa diimplementasikan. Harus selalu yakin pandemi ada jalan keluar dan solusinya," kata Sani.
Kemudian, untuk mereka yang mengidap dan mengalami CSS akut, Sani menyarankan agar segera berkonsultasi dengan dokter, psikolog, atau psikiater. Pasalnya, gangguan terhadap kesehatan mental, menurut Sani kadang hanya bisa diatasi dengan mengonsumsi obat antidepresan dan psikoterapi.
"Hindari juga obrolan negatif yang membuat kita bertambah stres atau hal-hal yang sifatnyaover(berlebihan). Jangan mengonsumsi berita yang menyedihkan atau menegangkan karena banyak juga yang sangat mengganggu kesehatan mental.Sesuaikan dengan porsi yang kita butuhkan," pungkasnya.
Editor : Pahlevi