Contradictio In Terminis – Ayam Mati Di Lumbung Padi

author Dani

- Pewarta

Kamis, 22 Feb 2024 15:58 WIB

Contradictio In Terminis – Ayam Mati Di Lumbung Padi

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Surabaya (optika.id) - Saya menerima kiriman video yang viral dari banyak teman tentang banyaknya ibu-ibu berdesak-desakan antri beras yang harganya murah dibandingkan harga di pasar. Ada video atau gambar yang menunjukkan kondisi ibu-ibu antri beras di tahun 2024 ini sama dengan kondisi tahun 1965. Saya ketika kelas 3-4 SR atau Sekolah Rakyat (Sekarang SD atau Sekolah Dasar) tahun-tahun 1963-1964 an sering ikut antri mendapatkan beras dan minyak tanah dengan menggunkan kupon yang dibagikan Pak RT kampung saya. Saya juga sering antri nasi bungkus yang dibagikan tentara dari atas truk militernya. Kondisi pada waktu itu dimaklumi karena Indonesia memang masih tergolong negara miskin dan tingkat inflasi pernah mencapai 650%.

Baca Juga: Saya Tidak Percaya Tuhan

Sekarang di jaman modern dimana negara kita sudah cukup maju ini masih kita saksikan banyaknya penduduk kita yang bersusah payah antri mendapatkan beras. Negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi ini yang memiliki tanah subur, hijau royo-royo, yang apapun tanaman tumbuh dengan cepat; namun sebaliknya rakyatnya kesulitan mendapatkan hasil pertanian dari perut ibu pertiwi sendiri. Jadinya kondisi ini bertolak belakang atau Contradictio In Terminis – suatu ungkapan yang berisi jargon atau kata-kata yang saling bertolak belakang maknanya.

Menurut pemerintah beras yang langka itu dikarenakan adanya musim El-Nino yang merusak produksi pertanian di nusantara ini. Akibatnya pemerintah harus impor dari luar negeri. Pada tanggal 22 Desember 2023 tahun lalu, presiden Jokowi dalam acara seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 di Jakarta mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengimpor beras dari India untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri pada tahun depan dengan total mencapai 1 juta ton.

Jokowi juga telah menerima informasi bahwa Jepang dan Thailand memiliki stok beras yang memadai untuk ekspor. "Saat di holding room saya sampaikan keinginan untuk bisa impor dari Thailand saya sampaikan Indonesia butuh 2 juta ton kemudian beliau siangnya gabung dengan timnya di Thailand dan sampaikan ke saya sorenya, Presiden Jokowi 2 juta ton Thailand siap untuk kirim keIndonesia," terang Jokowi.

Persoalan beras memang terus menjadi topik hangat di kalangan masyarakat setiap tahunnya, karena konsumsi beras di Indonesia terbilang tinggi. Hal ini wajar karena beras merupakan bahan pokok dalam pangan sehari-hari masyarakat Indonesia. Meski konsumsi beras di Indonesia terbilang tinggi, tetapi nyatanya masih kalah dengan China, India, dan Bangladesh, di mana ketiga negara tersebut menjadi negara dengan konsumsi beras terbesar di Asia.

Konsumsi ini menempatkan Indonesia sebagai konsumen besar terbesar di dunia setelah China, India, dan Bangladesh. Besarnya konsumsi beras di Indonesia bisa menimbulkan persoalan jika pasokan dalam negeri kurang mencukupi. Impor pun kemudian menjadi jalan keluar. Secara akumulasi dari Januari hingga November 2023, pemerintah sudah mengimpor beras hingga 2,53 juta ton. Angka ini melonjak dari posisi impor beras 2022 yang hanya mencapai 429.207 ton.

Baca Juga: Data Strategis Negara Bisa Jatuh Ke Negara Lain

Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia beberapa kali mencatat impor dengan jumlah yang sangat besar. Di antaranya adalah pada 2011 yakni sebesar 2,8 juta ton dan pada 2018 yakni 2,3 juta ton. Seperti pada tahun ini, impor besar pada 2011 dan 2018 juga disebabkan oleh gangguan perubahan iklim ekstrem. Adapun Indonesia cenderung bergantung kepada beras dari Thailand, di mana hingga November 2023, Thailand menjadi eksportir beras terbesar di Indonesia. Selain Thailand, ada Vietnam, India dan Pakistan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konsumsi beras yang tinggi membuat harga beras di Indonesia terus merangkak naik dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang tahun ini, harga beras sudah terbang 15,81%. Bila melihat pergerakan bulanan, harga beras juga sudah jauh melonjak bila dibandingkan dua tahun lalu. Harga beras pada Desember 2021 rata-rata hanya dibanderol Rp 11.650 per kg tetapi pada Desember 2023 sudah mencapai Rp 14.650/kg. Artinya, dalam dua tahun, harganya sudah terbang 25,75%. Pada awal tahun 2024 ini harga beras diberbagai daerah sudah mencapai Rp 16 – 17.000/kg

Perlu diketahui bahwa daerah utama produsen beras itu berada di Jawa Timur, JawaBarat, Jawa Tengah, Bali dan Sulsel. Sementara konsumsinya berada hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tambahan pula sebagian besar rakyat Indonesia ini mengkonsumsi beras dua atau tiga kali sehari, sarapan, makan siang dan malam selalu harus menggunakan nasi dalam menu rumah tangga. Hal ini merupakan salah satu faktor munculnya ketimpangan kecukupan beras. Apalagiberas itu memiliki karakteristik yang khas yaitu: terpengaruh cuaca; tanaman musiman; usaha tani yang kecil dan banyak jumlahnya; dan elastisitas permintaan yang tinggi. Apabila terjadi disrupsi di karakteristik tersebut misalnya banjir, serangan hama, gagal panen dan sebagainya maka bisa dilihat Indonesia akan mengalami defisit pangan dan satu-satunya upaya untuk menutupi defisit itu adalah impor.

Baca Juga: Pernyataan yang Muspro

Sebelumnya pemerintah telah menetapkan kuota impor beras sepanjang 2024 sebanyak 2,4 juta ton. "Kuota ini bersifat dinamis, menyesuaikan kebutuhan tetapi tetap mengedepankan produksi dalam negeri," kata kepala Bulog.

Sementara itu pemerintah melibatkan PT Pos Indonesia (Persero) sebagai lembaga yang dipercaya untuk menyalurkan bantuan sosial pangan, terutama berupa bansos beras. Tahun 2024, program penyaluran bansos beras mencakup 13,4 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di 20 provinsi. Total alokasi nasional mencapai 22.004.077 KPM di 38 provinsi, dengan jumlah beras sebanyak 220.040 ton per bulan. Kemungkinan besar bansos beras ini kebutuhannya di dapat dari impor.

Ironis, kondisi ini bak ayam mati di lumbung padi.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU